Semeru, Puncak Memang Indah tapi Tak Menjadi Indah Jika Kamu Nikmati Sendiri
Selasa, 12 Mei 2015, tepat di usia saya yang ke 24 tahun, kereta Matarmaja tujuan Jakarta – Malang mengantarkan saya dan teman-teman saya meniti perjalanan menyaksikan kekuasaanNya. Semeru, gunung yang mulai terkenal karena film 5 cm ini menjadi tujuan utama kami. Rasanya saya masih tak percaya akan menginjakkan kaki di sana.
Pukul 14.00 kami mulai berkumpul di stasiun Pasar Senen sambil memastikan perlengkapan telah lengkap semua, dan membeli makanan untuk di kereta nanti. Kereta akan berangkat pukul 15.15, pukul 14.30 kami sudah check in dan mencari tempat duduk. Kami menggunakan kereta Matarmaja menuju stasiun kota Malang Baru seharga Rp.115.000 yang telah kami booking sejak 3 bulan sebelumnya, sehingga kami dapat mengatur tempat duduk agar saling berdekatan.
Sampai di stasiun Malang, kami segera menuju angkringan yang terletak tidak jauh dari stasiun untuk sarapan dan repacking perbekalan. Angkringan di pagi itu begitu ramai oleh pendaki, kami menikmati sarapan di bawah pohon sambil menikmati angin yang sesekali menggugurkan daun-daun kecil di sekitar kami.
Selesai sarapan dan repacking kami melanjutkan perjalanan dengan menyewa angkot menuju Pasar Tumpang seharga Rp.130.000 per mobil, karena kami berdelapan jadi 1 orang sebesar Rp.17.000. Tiba di Pasar Tumpang kami segera belanja perbekalan logistik, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ranu Pani.
Kami menumpang jeep berkapasitas 12 orang seharga Rp.650.000. Sepanjang perjalanan kami dimanjakan oleh hijaunya alam yang terhampar seperti lukisan, kami berhenti sejenak di persimpangan Bromo dan Semeru, sekadar berfoto dengan latar Bukit Teletubbies. Simaksi telah diurus pada pekan sebelumnya oleh teman yang berdomisili di Malang dengan harga Rp.17.500 di hari biasa dan Rp.22.500 pada hari libur, sehingga saat tiba di Ranu Pani kami segera briefing dan pemanasan lalu mulai trekking menuju puncak Semeru.
Pos demi pos kami lewati dengan semangat, beberapa kali kami berhenti untuk istirahat sambil menunggu tim yang di belakang. Sekitar pukul 22.00 kami disambut oleh dinginnya Ranu Kumbolo dengan taburan bintang-bintang di atasnya, so beautiful ;).
Pagi hari di Ranu Kumbolo, pukul 05.00 saya sudah keluar tenda menanti sunrise, di atas Ranu Kumbolo terlihat serpihan-serpihan es menandakan begitu dinginnya pagi itu, saya berjalan ringan untuk menghangatkan badan sambil mengabadikan pemandangan sekitar.
Setelah selesai sarapan dan packing kami kembali berjalan menuju Kali Mati. Perjalanan yang kami lalui selanjutnya yaitu Tanjakan Cinta. Mitos di Tanjakan Cinta ini, jika kita mendaki tanpa menoleh ke belakang sambil memikirkan seseorang, maka ia dapat bersatu dengan orang yang dipikirkannya itu. Entahlah kebenarannya, hanya mitos belaka, saya lebih fokus untuk segera sampai atas, karena ternyata Tanjakan Cinta ini lebih tinggi dari yang saya duga, beberapa kali saya harus berhenti mengatur nafas. Tiba di atas Tanjakan Cinta, Ranu Kumbolo terlihat begitu cantik di antara bukit-bukit.
Spot selanjutnya setelah Tanjakan Cinta yaitu Oro-oro Ombo. Kami menembus Oro-oro Ombo yang merupakan savana dengan tumbuhan setinggi pundak dan berbunga berwarna ungu seperti lavender. Cantiknya bunga yang terhampar luas membuat saya melambatkan langkah kaki. Tak jarang saya berhenti mengabadikan moment yang sangat jarang ini.
Sekitar pukul 15.30 kami tiba di Kali Mati. Kami segera mendirikan tenda dan merapikan barang-barang. Pukul 17.00 kami mulai tidur untuk persiapan summit ke puncak Mahameru dan terbangun pukul 22.00 untuk masak dan bersiap-siap summit ke puncak Semeru, saya memasang geiter untuk melindungi sepatu agar tidak kemasukan pasir dan kerikil. Kami berdoa bersama sebelum mulai trekking, doa malam itu begitu khusyuk memohon perlindunganNya agar kami selamat sampai nanti kembali di rumah.
Perjalanan menuju puncak dari Kali Mati ini ternyata lebih terjal, banyak hikmah yang kemudian saya dapatkan dalam perjalanan ini, mengenai kehidupan hingga mengendalikan ego dan ambisi, yang saya rangkum dalam 4 point berikut:
- Adaptasi dan jangan berhenti bergerak
Sekitar pukul 23.30 kami mulai bergerak jalan menuju summit puncak gunung Semeru, sepanjang perjalanan dari Kali Mati – Arcopodo – hingga ke trek pasir udara sangat dingin dan berangin, ditambah terdapatnya antrian menuju puncak karena cukup banyak pendaki yang summit malam itu, yang menyebabkan saya hanya bisa diam menunggu antrian di depan mulai jalan. Tubuh saya semakin dingin, tangan mulai terasa kaku, saya hanya bisa menghirup hawa dingin itu dalam-dalam agar bisa masuk ke tubuh dan tubuh dapat beradaptasi dengan cuaca yang cukup ekstrim itu. Selain itu saya hanya mampu menggerak-gerakkan tangan dan kaki walau antrian di depan belum juga jalan, ternyata kedua hal tersebut efektif membuat tubuh saya lebih hangat dan tidak kaku.
Hikmah yang dapat diambil dalam hidup adalah jika kita ingin maju, tidak tertinggal, maka teruslah bergerak, jangan berhenti, tetaplah berusaha dan beradaptasi dengan kondisi sekitar agar kita tetap bisa berdiri kokoh.
- Perbanyak proteksi diri
Tidak seperti malam sebelumnya saat bermalam di Ranu Kumbolo, malam itu saat akan summit saya menggunakan 3 lapis kaos panjang dan 3 lapis jaket, 3 lapis kaos kaki, 2 lapis sarung tangan, penutup kepala dan syal serta geiter. Itu semua saya lakukan agar bisa bertahan dengan cuaca yang cukup ekstrim. Begitu pula hidup, perbanyaklah proteksi diri, perkuat mental, spiritual, terutama iman, agar bisa bertahan dengan lingkungan sekitar yang rasanya mulai dan semakin ‘kacau’.
- 4 langkah maju 2 langkah mundur
Setelah melewati Arcopodo dan batas vegetasi, trek yang harus ditempuh selanjutnya adalah lautan pasir, ya! Trek tersebut benar-benar hanya pasir dan kerikil dengan sesekali jurang menganga lebar. Saat saya mendaki lautan pasir tersebut, ketika saya maju (naik) 4 langkah, secara otomatis langkah saya turun (mundur) sekitar 2 langkah karena pasir yang tergerus.
Hidup seperti itu juga bukan? beberapa kali kita berusaha untuk maju, namun kerap kali usaha tersebut tidak berhasil, tapi bukankah dengan 4 langkah maju 2 langkah mundur artinya kita sudah maju 2 langkah? So, tetaplah berusaha, kegagalan adalah 1 paket dari usaha yang ditempuh, yakinlah pada akhirnya kita akan sampai ke tujuan walau dengan tertatih.
- Puncak memang indah, tapi tak menjadi indah jika hanya bisa kamu nikmati sendiri
Saat trekking menuju summit, tim kami banyak terpisah hingga akhirnya saya hanya trekking bersama seorang teman, di tengah perjalanan di trek lautan pasir, mungkin tinggal setengahnya lagi lautan pasir itu sampai puncak, kondisi teman saya mulai drop, nafasnya sesak, beruntung saat itu ada yang membawa oksigen, setelah mulai lega kami kembali berjalan, namun tak lama ia kembali berhenti untuk istirahat, badannya mulai menggigil kedinginan, saya mulai panik, hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali turun, walaupun sedikit lagi kami sampai puncak. Sempat saya dilema, apakah tetap naik ke puncak mengejar ambisi atau menemani ia kembali turun, memastikan ia selamat sampai Kali Mati, tempat kami bermalam. Di situlah saya belajar mengendalikan egoisme, fokus pada tujuan utama, bukankah tujuan utama mendaki adalah kembali ke rumah dengan selamat?
Puncak (keberhasilan dalam hidup) itu memang indah, tetapi tidak menjadi indah jika hanya bisa kamu nikmati sendiri, tanpa orang-orang yang kamu sayangi.
Akhirnya kami berdua kembali turun ke Kali Mati, sesampainya di tenda saya memasak minuman hangat dan mie instan, syukurlah kondisi teman saya segera pulih. Sambil menunggu tim lainnya yang ke puncak, kami menikmati suasana Kali Mati, memandang puncak Mahameru dari kejauhan, terlihat kepulan asap beberapa kali muncul. Saya berharap suatu saat nanti dapat kembali ke sana menginjakkan kaki di atap pulau Jawa, puncak para dewa. Terima kasih Semeru telah memberikan hikmah yang begitu berharga.