
Langit berubah tak menentu. Temaram bintang-bintang padam. Terkadang tampak bintang-bintang berpijar. Atau dikaburkan Angin akhir desember yang berhembus perlahan. Lalu menyaput lembut dalam keremangan. Kami disini berbalut dingin sambil berjejalan dengan pangunjung lain. Ini yang istimewa, ini yang kami nanti. Menantikan saat-saat kembang api bermekaran dari puncak Gunung Ungaran.
Ini merupakan pendakian pertamaku. Tapi, uups! Kata temenku ini piknik ceria. Dikarenakan kami hanya menapaki setinggi 2050 mdpl. Itulah sebabnya Gunung Ungaran jarang dilirik oleh para pendaki. Tapi jangan salah! Ini menjadi pelajaran berharga dan pengalaman istimewa. Apalagi bagi kami yang tengah menjajal perjalanan pertamanya.

Kami berkumpul di salah satu rumah temanku di belakang pasar Praja Ambarawa pukul 16.00 WIB. Lalu mengecek perlengkapan. Setelah semua siap kami melakukan perjalanan menuju basecamp dengan naik angkutan Bandungan.Kami berhenti di pasar Bandungan. Lalu berjalan kaki menuju basecamp Mawar melewati pedesaan. Jalanannya datar. Jalanan mulai menanjak ketika memasuki kebun sayur hingga basecamp. Kira-kira 30 menit kemudian kami sudah sampai di basecamp.

Di basecamp kami segera melakukan registrasi. Sembari melepas lelah di salah satu warung dan memesan soto lengkap dengan teh hangatnya. Rasanya memang agak kurang sedap, tapi tetap kami lahap sampai habis karena sudah lapar berat. Setelah selesai makan kami bergantian melaksanakan ibadah shalat maghrib.Lalu mempersiapakan pendakian, memakai pakaian hangat dan mngeluarkan senter.
Kira-kira pukul 18.00 WIB kami melakukan perjalan dari basecamp. Jalannya datar sampai pos 2. Dari pos 2 jalanan mulai menanjak kami pun beristirahat beberapa kali. Kami juga sempat mengisi beberapa botol minuman di air terjun yang kami lewati. Sayang perjalanannya malam sehingga kami tidak sempat menikmati indah panoramanya.
Ketika sampai di kebun teh kami istirahat lagi. Linda, salah satu anggota kami kelelahan. Aku sangat khawatir bukan hanya karena aku kakaknya tapi karena aku juga yang mengajaknya. Imunk juga mulai sesak nafas, tapi dia masih begitu semangat untuk lekas mencapai puncak. Akhirnya tim dipecah menjadi dua. Satu tim di depan Mas Amin, Mas Mimin, aku dan Imunk. Tim kedua Rachmad, Linda dan Faris. Kami terpaksa melakukannya karena jalurnya mulai ramai dan macet. Kalau kami memaksakan saling menanti kami khawatir tidak mendapatkan tempat untuk mendirikan tenda di puncak.
Sepanjang perjalanan menuju puncak jalanan semakin macet. Maklum malam pergantian tahun. Kebanyakan dari pendaki adalah para remaja. Mas Amin terus menyemangati kami untuk terus mendahului pendaki-pendaki yang lain. Semangat kami seolah semakin dipacu untuk maju. Padahal jalanan sudah berupa batu-batu terjal dan curam, beberapa pohon tumbang juga menghalangi jalan. Kami terpaksa menggunakan semua tangan untuk membantu berjalan. Pakaian kami juga sudah basah oleh gerimis dan tumbuhan yang kami lewati. Nafas kami sudah terengah-engah. Mas Amin berkali-kali juga harus menarik tangan kami karena batu yang tinggi. Sempat ada pendaki yang mengumpat, mengira kami yang menjadi sumber kemacetan. Padahal di depan kami ada pendaki yang kelelahan dan istirahat di tengah jalan. Tanpa memperdulikan mereka kami terus berjalan mendahului sampai kami benar-benar bisa bejalan tenang di depan. Sesekali kami juga memanggil tim dua hingga tiada sahutan dari mereka.
Menjelang sampai puncak jalanan semakin sepi. Langit pucat berawan.Baru setelah sampai puncak terlihat sudah banyak tenda berdiri. Samar-samar masih terdengar sayup-sayup dari beberapa tenda. Mereka ada yang bersenda-gurau, bercerita atau memasak makanan. Beberapa diantaranya juga masih ada yang mendirikan tenda. Kami sampai puncak kira-kira pukul 22.00 WIB. Begitu sampai puncak kami segera mencari tempat untuk mendirikan tenda. Mas Amindan Mas Mimin segera mendirikan tenda. Sedangkan aku dan Imunk melepas penat degan duduk. Hehee. Tapi tidak beberapa lama kami turut membantu menyenteri saja. Rombongan tim dua pun tiba saat tenda hampir jadi, sekitar pukul 23.00 WIB. Setelah semua tas dimasukkan kami bertujuh berjejalan di satu tenda.
Tidak beberapa lama malam pergantian tahun akan terjadi. Kami keluar tenda menuju tanah lapang. Udara sudah begitu dingin. Angin perlahan juga membelai kami. Dengan gigi gemeretak kami memaksakan berkumpul dengan yang lain. Di berbagai penjuru kembang api sudah tampak merekah. Tampak seperti bunga api warna-warni yang saling merekah dan bertaburan. Indah benar-benar indah. Di puncak juga ada beberapa pendaki yang menyalakan petasan, menambah semarak suasana. Sebenarnya kembang api masih bertaburan tapi kami sudah tidak tahan dengan dingin yang menjerat tubuh kami. Kami pun segera masuk ke tenda.
Di tenda kami tidak tidur. Setelah makan kami bercanda dan bercerita. Kami saling mengusili sehingga tidak ada yang tidur. Kami juga menghitung celeng, upps maksudnya manusia yang jatuh terpleset di depan tenda kami. Bukan karena medannya yang rumit, hanya perlu kehati-hatian karena ada lubang yang membuat orang bisa terseok. Baru setelah beberapa jam berikutnya, Imunk mengalami kedinginan yang hebat. Akhirnya kami membangun suasana damai untuk saling menjaga Imunk dan membiarkannya tertidur. Suara dengkuran Mas Mimin pun sudah membuai pagi menjelang. Tapi mataku sama sekali tidak bisa terpejam hingga pagi datang.

Paginya kami keluar tenda berharap mendapatkan sunrise yang indah. Malang, langit keruh pandangan juga dipenuhi kabut. Dengan muka kecut kami kembali ke tenda. Kami memutuskan untuk tidur lagi. Tidur dengan pose yang tidak beraturan. Karena sudah tidak mendapat tempat, akhirnya aku tertidur dengan posisi duduk. Hiks kasihan. Setelah bangun kami berfoto-foto sebentar di benteng rider.

Setelah agak siang kami membereskan peralatan kami dan pulang. Kira-kira pukul 09.00 WIB kami meninggalkan puncak Gunung Ungaran. Kami lewat jalur yang berbeda dari kemarin. Kami melewati jalur yang mengantarkan kami pada hutan lebat dan jalanan licin. Sudah tidak ada batuan, tapi itulah yang membuat kami berjalan dengan berpegangan pada pohon, dahan atau tumbuh-tumbuhan. Aku pun sempat terpleset berulang kali sampai jatuh. Badan kami jadi kotor bercampur lumpur. Apalagi saat itu gerimis kadang turun perlahan. Mantel di bagian kakiku sudah sobek bukan hanya karena kebesaran, tapi juga tersangkut dahan-dahan kering. Ditambah Mas Mimin yang sering membuang gas sembarangan tepat di depanku. Sebel deh!

Di tengah perjalanan Linda mengalami kram di kakinya. Sehingga kami pun berhenti sejenak dan berjalan perlahan. Belum beberapa jauh Imunk mengalami ketakutan melewati jalanan licin ini. Sehingga tim terpaksa dibagi menjadi dua lagi. Imunk di belakang ditemani Mas Amin dan Mas Mimin. Sedangkan sisanya jalan di depan.


Setelah melakukan perjalanan yang meletihkan kami pun sampai di kompleks candi Gedong Sanga. Kedatangan kami sempat menarik perhatian pengunjung. Bagaimana tidak, pakaian dan muka kami belepotan dengan tanah. Kami segera mencari kamar mandi untuk membersihkan diri. Malang, berkali-kali kami ditolak oleh pemilik kamar mandi karena melihat penampilan kami yang begitu kotor. Beruntunglah di luar pintu masuk kami menemukan sumber air yang bisa kami gunakan untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.

Setelah bersih kami berjalan menuju warung. Kami membeli teh hangat dan gorengan. Setelah selesai makan kami pulang naik pick up. Aku dan Linda duduk di depan, di samping pak Sopir, eh Mas Sopir. Karena kelelahan aku pun tertidur sampai pasar Praja Ambarawa.Sampai di depan pasar itulah kami berpisah menuju rumah masing-masing. Aku, Linda dan Imunk masih asyik bercerita di bus sambil makan empek-empek sampai aku turun dan meninggalkan Imunk sendirian. Inilah perjalanan yang mendebarkan. Terima kasih sobat. Sampai berjumpa di pendakian selanjutnya. 🙂



